Selasa, 09 Agustus 2011

Menggapai Takwa dengan Puasa




Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Qs al Baqoroh : 183 )
Dari Ayat diatas tanpa berfikir yang mendalam kita dapat memahami bahwa takwa adalah tujuan akhir dari Puasa. Hal itu berarti puasa adalah jalan untuk meraih takwa .
Apakah yang dimaksud dengan takwa ? Abu hurairah pernah ditanya dengan pertanyaan yang sama,” Apa itu takwa ?
Abu hurairah balik bertanya,”Apakah engkau pernah berjalan melewati jalan yang penuh dengan duri?”
Orang tersebut menjawab,”Tentu aja.”
“Lalu apa yang engkau lakukan ?”
Ia menjawab,”Jika aku melihat duri, aku akan menyingkirkannya atau menghindarinya.”
Kata Abu hurairah,”Demikian itulah takwa.”(Ibn Abi Dunya dalam kitab at-takwa).
Dengan jawaban itu Abuhurairah ingin menegaskan bahwa hakikat takwa adalah kehati-hatian dalam menjalankan kehidupan ini karena kawatir terjerumus kedalam dosa. Ini arangkali yang dimaksudkan Rasulullah SAW. Ketika beliau bersabda : Seorang mukmin tidak mungkin mencapai derajat takwa hingga meninggalkan hal-hal yang tidak berguna karena khawatir terjerumus kedalam hal-hal yang haram (HR al-Bukhari, at-Tirmidzi,Ibn Majah, Al Hakim dan Al Baihaqi).
Jadi, siapa yang dimaksud orang-orang yang bertakwa ? Diantaranya dikatakan orang-oramg yang bertakwa adalah :
1. Orang-orang Mukmin (Ibn Mas’ud)
2. Orang-orang yang khawatir terhadap hukuman Allah karena meninggalkan petunjuk(Al Quran0yang diketahuinya seraya mengharap rahmat-Nya dengan membenarkan apa saja yang datang dari-Nya.(Ibn Abbas)
3. Kaum yang takut akan syirik dan penyembahan kepada berhala seraya mengikhlaskan diri beribadah hanya kepada Allah.(Mu’adz bin Jabal).

Al-Hasan, sebagaimana dinukil oleh Abi Dunya, juka pernah mengatakan,”Ketakwaan akan selalu melekat pada Orang-orang mutaqin selama ia banyak meninggalkan yang halal karena khawatir terjatuh pada yang haram.”
Dari beberapa pernyataan di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan bahwa takwa identik dengan perasaan takut terjatuh kepada keharaman dengan berdasarkan kepada keimanan tentunya seraya menjalankan berbagai kewajiban dari Allah dan Rasul-Nya
Umar bin abdul Aziz juga pernah juga pernah berkata, sebagaimana juga dinukil oleh Abi Dunya, “Takwa kepada Allah itu bukan seringnya shaum di siang hari, seringnya shalat malam, atau sering melakukan kedua-duanya. Akan tetapi, takwa kepada Allah itu adalah meninggalkan apa saja yang Allah haramkan dan melaksanakan apa saja yang Allah wajibkan.”
Jelas, yang dimaksud oleh umar bin abdil aziz adalah, bahwa takwa itu tidak dicirikan oleh rajinnya seseorang berpuasa atau menunaikan sholat malam, tetapi oleh perilaku sehari-harinya yang senantiasa berusaha menjauhkan diri dari keharaman dan melaksanakan berbagai kewajiban. Dengan kata lain, tidaklah bermakna apa-apa puasa atau solat malamnya seseorang, sementara ia melalaikan berbagai kewajibannya dan malah sering melakukan keharaman. Barangkali, itu pula yang dimaksudkan sabda Nabi SAW :
Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apapun selain rasa haus dan lapar saja. Betapa benyak orang yang melaksanakan shalat malam/shalat tarawih tidak mendapatkan apapun selain bergadang saja ( HR. Ahmad dan Ad Darimi).
Wahai kaum muslimin !
Karena itu, marilah kita menjadikan bulan Ramadhan, sebagai momentum sekaligus sarana untuk meraih ketakwaan dalam makna sebagaimana yang telah disebutkan oleh para ulama di atas. Jangan sampai bula ramadhan lewat begitu saja secara sia-sia karena kita tidak mengisinya dengan melaksanakan amal-amal shalih yang berbuah pahala dan menjauhkan diri dari amal-amal salah yang berbuah dosa dan siksa. Dengan itulah, puasa kita dapat mengantarkan kita untuk meraih takwa. Hanya takwalah yang bisa menjadikan diri kita meraih kedudukan yang mulia disisi Allah SWT :
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS al Hujurat : 13)
Dalam konteks ini pula, Syeikh Abdul Qodir jailani pernah bertutur bahwa kemuliaan seseorang ada dalam ketakwaannya sementara kehinaanya ada dalam kemaksitannya. Dalam hal ini perlu selalu diingat, bahwa kemaksiatan terbesar adalah keengganak manusia untuk terikat pada hukum-hukum Allah atas ketidak mauan mereka untuk menerapkan syariah-Nya, apalagi sampai mengingkarinya.
Semoga dengan puasa yang kita jalani nanti, kita dapat menjadi orang yang mulia dengan meraih takwa, bukan orang yang hina, yang gemar menebar kemaksiatan dan dosa.
Waallahu a’lam


0 komentar:

Posting Komentar

Open Panel

Terima kasih Atas Kunjungan Anda Semoga Bermanfat