Selasa, 09 Agustus 2011

Kembali ke Fitrah, Kembali ke Syariah




Ibadah puasa Ramadhan merupakan ibadah yang sangat dinanti-nanti kaum muslimin, kegembiraan kaum muslimin di tanah Nusantara untuk mengekspresikan kesenanganya dalam menyambut bulan yang penuh berkah ini sangat bermacam-macam, bisa kita lihat berita di televisi kegembiraan mereka dalam menyambutnya ada yang mandi di sungai supaya suci, berbagi rezeki kepada fakir miskin, dan masaik banayk yang lain. Orang yang menunaikan shaum secara benar selama bulan Ramadhan memang akan terlahir kembali seperti bayi yang tidak berdosa, kembali suci. Hal itu karena Allah Swt. mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu; seakan ia keluar dari dosanya seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.
Ketika manusia dilahirkan oleh ibunya, ia tidak terlumuri oleh dosa. Akan tetapi, ia lahir di atas fitrah, sebagaimana sabda Nabi saw., "Kullu mawlûd[in] yûladu ‘alâ al-fithrah (setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah). Hal itu mengisyaratkan bahwa setiap orang yang shaum selama bulan Ramadhan akan kembali pada fitrahnya.


فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS ar-Rum [30]: 30).

Ayat di atas seakan menyatakan, "Hadapkanlah wajahmu pada agama Allah dengan lurus. Tetaplah kamu di atas fitrahmu, yaitu tetaplah dalam karakteristik penciptaanmu dan potensi kemanusiaan dalam dirimu yang menjadikan kamu siap menerima kebenaran. Islam adalah agama yang benar. Niscaya kamu akan siap menerima Islam dengan sukarela, tanpa paksaan, wajar dan tiada beban."
Kembali pada fitrah tidak lain adalah dengan menjalankan perintah Allah tersebut dengan menetapi fitrah, yakni menetapi karakteristik penciptaan manusia dan potensi insaniah untuk siap menerima kebenaran. Jadi, kembali pada fitrah tidak lain adalah dengan terus mengembangkan potensi manusia untuk selalu siap setiap saat menerima kebenaran.
Puasa Ramadhan dan serangkaian aktivitas Ramadhan sebenarnya telah mengkondisikan dan melatih kita menyadari dan memahami fitrah kita. Kita sudah dikondisikan dan dilatih untuk menetapi fitrah. Ramadhan itu telah menjadi riyâdhah badaniyah sekaligus riyâdhah bâtiniyah yang mengharuskan seorang Muslim lebih merasakan dan memahami fitrahnya. Fitrah itu akan berkembang, menjadikan dirinya selalu siap menerima kebenaran. Puasa akan menjadikan ia lebih merasakan dan memahami dirinya sebagai makhluk yang diliputi keserbalemahan dan keterbatasan. Dengan begitu ia akan lebih merasa membutuhkan Penciptanya, membutuhkan petunjuk dari-Nya.
Fitrah mengharuskan manusia hanya menerima agama, ideologi, dan sistem hidup yang memang sesuai dengannya. Fitrah manusia mengharuskan untuk menolak dan membuang agama, ideologi, dan sistem hidup yang mengesampingkan fitrah atau bertentangan dengan fitrah. Manusia akan terdorong oleh fitrahnya untuk mencari agama dan ideologi yang sesuai dengan fitrah. Faktanya, di dunia ini hanya Islamlah agama dan ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia. Agama dan ideologi selain Islam hanya membahas aspek spiritual dan hubungan manusia dengan Tuhan dalam bentuk ritual penyembahan. Fitrah manusia tidak bisa menerima sekadar hal ini. Sebab, jika begitu, agama-agama itu hanya memperhatikan satu aspek fitrah saja dan mengabaikan fitrah manusia lainnya. Padahal aspek fitrah lainnya itu pemenuhannya juga menuntut adanya aturan.
Agama-agama selain Islam yang notabene hanya mengatur aspek spiritual dan ritual penyembahan itu realitanya tidak sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian, fitrah tidak bisa menerima agama yang bersifat demikian. Di sisi lain, ideologi selain Islam, yaitu Sosialisme dan Kapitalisme, juga tidak bisa diterima oleh fitrah. Sosialisme menafikan adanya sang Pencipta. Ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia. Begitu pula Kapitalisme, meski mengakui adanya Tuhan, pengakuannya bersifat semu; Kapitalisme menafikan peran Tuhan dalam masalah dunia. Ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia dalam keberadaannya yang serba lemah dan memerlukan aturan dari Tuhan untuk semua aspek fitrahnya.
Hanya Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah hanya bisa menerima aturan yang sesuai dengannya. Oleh karena itu, kembali ke fitrah—dengan menetapinya dan mengembangkan potensi manusia untuk selalu siap menerima kebenaran—mengharuskan kita hanya menerima Islam dan menolak semua agama dan ideologi selain Islam. Sebab, hanya Islam yang sesuai dengan fitrah dan hanya Islam-lah agama yang benar. Dengan demikian, kembali ke fitrah, realnya adalah kembali pada Islam sebagai agama dan ideologi yang melahirkan tatanan kehidupan. Itu artinya, kita harus kembali pada akidah Islam dan syariah atau sistem yang terpancar dari akidah Islam itu.
Banyak sekali akibat yang ditimbulkan ketika manusia tidak sesuai dengan fitrahnya—
Tidak sesuai dengan syariah Islam— faktanya banyak sekali, dan bisa kita lihat mulai dari pergaulan yang tidak sesuai dengan syariah menimbulkan sex bebas, pertarungan antar pelajar, kasus perzinahan, Kecanduan obat-obatan terlarang, Miras, kasus Aborsi dan masih banyak yang lain, ketika sistem perekonomian tidak sesuai denga syariah bisa kita lihat problem kemiskinan merajalela, banyaknya masalah kekurangan gizi dan ujung-ujunganya mati, liberalisasi Migas, rakyat sengsara di negeri yang kaya raya akan kekayaan alamnya, ketika pendidikan dan kesehatan tidak sesuai dengan syariah, orang miskin dilarang cerdas dan sakit karena mahalnya harga pendidikan dan kesehatan, ketika peradilan tidak sesuai dengan syariah, hukum hanya tajam untuk orang-oarang miskin dan tumpul untuk orang kaya, mafia kasus merajalela, hukum bisa dibeli dan bisa diberdagangkan, ketika perpolitan dan pemerintahan tidak sesuai dengan syariah, Korupsi dan kolusi sudah menjadi budaya, sosok pemimpin sebagai pengayom dan pelindung menjadi sosok yang menakutkan dan masih banyak lagi akibat-akibat yang di timbulkan dari penyimpangan terhadap syariah.
Penyimpangan manusia dari fitrahnya sebagai makhluk yang membutuhkan aturan-aturan dari sang Pencipta (syariah) terbukti membawa banyak akibat buruk. Karena itu, manusia harus segera kembali ke fitrahnya; kembali mengembangkan potensi manusia untuk selalu siap setiap saat menerima kebenaran. Kebenaran itu tidak lain adalah Islam.
Walhasil, kembali pada fitrah adalah kembali pada akidah dan syariah Islam. Dengan itu manusia akan selamat dari segala macam bentuk kerusakan dan akan menikmati kehidupan yang dipenuhi kebaikan, kesejahteraan dan berkah dari Allah, Tuhan semesta alam. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []




0 komentar:

Posting Komentar

Open Panel

Terima kasih Atas Kunjungan Anda Semoga Bermanfat